Rabu, 08 Oktober 2008

Wawancara dengan Harian Jurnal Nasional

Pertanyaan untuk Zullies Ikawati: Fokus Meneliti Obat Alam


OBAT alam atau obat tradisional sudah beberapa waktu ini dilirik masyarakat sebagai "penyembuh" alternatif. Zullies Ikawati, Pengelola Magister Farmasi Klinik Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) memfokuskan diri meneliti hal ini. Walaupun obat alam membudaya di China sejak berabad-abad lalu, namun Zullies mengatakan Indonesia bisa bersaing dengan China dalam hal ini. Sebab, Indonesia kaya tanaman obat, hanya sekarang ini kalah dalam pengolahannya saja dengan China.

Wartawan Jurnal Nasional, Heru Prasetyo, mewawancarai dosen perempuan yang sudah cermerlang sejak ia dulu masih di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah ini di kantornya, akhir bulan lalu. Berikut kutipan wawancara dengan dosen dan peneliti dari Universitas Gadjah Mada ini.
1. Kini banyak orang yang melirik atau berpaling ke penggunaan obat alam?

Obat alam memang jauh lebih aman dibanding obat sintetik.

2. Apa sebenarnya perbedaan obat alam dengan obat sintetik?

Obat alam bukannya tidak ada efek sampingnya, tetapi relatif lebih kecil. Senyawa-senyawa di dalamnya memiliki side effect eliminating system, sistem yang bisa mengurangi atau mengeleminisasi efek komponen lain. Pada obat sintetik hanya single compound, terdiri atas senyawa. Efek obat alam tidak secepat obat sintetik. Obat alam dipakai dalam jangka waktu lama. Misalnya jamu, lebih untuk preventif bukan terapi dalam waktu cepat.

Potensi obat alam semula hanya empirik, pengalaman dari mulut ke mulut. Padahal, pengalaman bisa berbeda antara satu dengan lainnya. Karena itulah perlu penelitian supaya terbukti secara ilmiah. Sekarang sudah ada tren menggunakan obat-obat dari alam sebagai pengganti obat sintetik yang efek sampingnya jauh lebih besar. Sudah banyak beredar obat berbahan alam. Obat kanker, misalnya, banyak berasal dari bahan alam. Setelah dipastikan efeknya ternyata konstan, akhirnya dikembangkan jadi obat.

3. Bagaimana penelitian obat alam di negeri kita?

Saya rasa sudah cukup intensif. Bahkan, Badan POM pernah mengatakan ada sembilan tanaman obat alam unggulan. Itu kan dari hasil penelitian. Pemerintah sudah mengakomodasi penelitian yang berbasis alam ini untuk dikembangkan. Penelitian ini memerlukan waktu lama. Penelitian obat alam diawali dengan uji pra klinis kepada hewan atau sel tertentu. Kadang pada praklinis terbukti efeknya, tetapi ketika diujikan kepada manusia tidak terbukti. Pada praklinis ada uji toksisitas untuk memastikan aman dipakai manusia. Caranya diujikan kepada hewan terlebih dahulu dengan dosis paling tinggi. Kemudian dilihat ada tidaknya gejala toksik secara makro maupun mikro. Kalau memang tidak toksik, baru boleh diujikan kepada manusia.

Setelah praklinis selesai, kemudian diujikan kepada manusia. Dari yang sakit kemudian yang sehat. Manusia sakit diberi obat itu. Biayanya besar, sampai miliaran rupiah. Sehingga, biasanya harus kerja sama dengan industri. Dalam uji klinis, obat alam tadi dibandingkan dengan placebo yaitu senyawa tanpa efek, misalnya isi serbuk atau tepung. Sama-sama berbentuk kapsul, satu berisi obat dan satunya isi serbuk. Orang yang diuji tidak boleh tahu. Pengujinya kadang juga tidak tahu. Hal itu supaya tidak bias cara melihat efek.

4. Bagaimana jika terjadi risiko?

Harus diawasi dokter. Selain itu, sebelum masuk uji klinis, uji toksisitas harus selesai. Harus dipastikan aman lebih dulu. Uji toksisitas juga ada beberapa tingkat, yaitu akut, subkronis, dan kronis. Obat-obatan yang dipakai untuk waktu lama, harus diuji dalam waktu lama. Misalnya saja, pada subkronis memerlukan waktu 30-90 hari. Sedangkan uji klinis ada empat tahap. Fase satu diberikan kepada 10-15 orang sehat. Fase dua kepada 30-50 orang sakit. Fase tiga kepada ratusan orang sakit sesuai tujuan obat.

Jika pada fase dua atau tiga sudah tidak ada masalah, biasanya Badan POM sudah bisa memberi persetujuan. Fase empat adalah post marketing surveillance. Mungkin saja setelah uji toksisitas maupun klinis 1-3 ada yang tidak terlihat. Fase ini memantau obat selama digunakan. Uji klinis 1-4 biasanya memakan waktu 10-an tahun. Jika harus menyebut nama, Stimuno yang ditemukan sejawat dari Universitas Airlangga adalah contoh obat alam. Isinya tanaman meniran yang digunakan sebagai imuno stimulan. Juga Tensigard untuk antihipertensi.

5. Bagaimana proses obat alam agar diakui secara ilmiah?

Kalau sekadar bahan alam, dokter tidak mau gunakan karena efeknya belum terbukti dan hanya berdasar kata orang. Untuk Stimuno sudah dibuktikan secara klinis, kemudian ada standardisasi ekstrak. Proses ekstraksi sekarang dan besok bisa-bisa hasilnya beda. Harus ada proses standardisasi sebelum sampai ke uji klinis.

6. Bagaimana dengan jamu tradisional?

Di Indonesia ada tiga grade, yaitu jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka. Kalau jamu, kadang hanya tanaman diserbuk, dikemas. Tidak memerlukan standardisasi, tidak perlu uji praklinis dan klinis. Kebanyakan berdasarkan empirik. Dari segi potensi dan keamanan paling rendah. Untuk herbal terstandar, misalnya, temulawak di Purworejo, Bantul, dan lain-lain tidak sama kandungan zat aktifnya. Agar sama harus ada proses standardisasi. Obat tradisional yang sudah terstandardisasi itu namanya herbal terstandar. Ini harus sudah melalui uji praklinis, terbukti secara ilmiah dengan hewan uji. Level paling tinggi adalah fitofarmaka. Nah, ini yang sudah melalui uji klinik. Di Indonesia baru ada 5-7 fitofarmaka, termasuk Stimuno dan Tensigrad tadi.

7. Bagaimana dengan masyarakat pengguna obat alam?

Sekarang banyak orang menyukai obat alam, karena memang jauh lebih aman dibanding obat sintetik. Kita pernah ternoda oleh jamu yang dicampur bahan sintetik. Produk-produk Cilacap yang menurut masyarakat 'wah kok jos tenan', sebenarnya dicampur bahan sintetik. Ini sebenarnya kriminal, karena Indonesia tidak membolehkan jamu dicampur obat sintetik. Beda dengan China. Di sana boleh, tapi terbuka. Artinya, dalam bungkus disebutkan kandungan-kandungannya. Ada mahasiswa Fakultas Farmasi UGM melakukan penelitian untuk PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) dengan melihat toksisitas suatu jamu Cilacap yang beredar. Benar-benar mengerikan. Tikus yang diberi obat tersebut selama 15 hari, paru-parunya berwarna hitam. Citra jamu menjadi ternoda.

8. Mengapa obat alam China lebih unggul dibandingkan Indonesia?

Promosinya lebih bagus, penelitian juga lebih gencar. Sudah banyak yang mereka teliti. Di sana ada juga fakultas khusus traditional medicine. Indonesia sebenarnya mampu bersaing dengan China. Kita kaya tanaman obat, cuma kita kalah dalam pengolahan. Masalah lain, kebijakan penelitian di sini juga belum akomodatif. Dana menjadi kendala utama, tetapi sumber daya manusia dan alam sangat cukup. Itu bisa diatasi dengan bekerja sama, misalnya dengan universitas luar negeri, badan penelitian, juga dunia industri. Indonesia punya ratusan jenis tanaman obat, tetapi yang dieksplorasi baru sedikit, yang muncul menjadi obat lebih sedikit lagi.

9. Di mana posisi Indonesia di dunia internasional untuk obat tradisional?

Yang unggul China, kemudian India dan Korea. Saya rasa kita nomor empat atau lima. Negara-negara Amerika Selatan juga banyak yang memiliki tanaman obat dan mereka cukup maju juga. Sedangkan di Asia Tenggara kita unggul. Kemudian sekarang Malaysia mulai mengikuti.

Senin, 06 Oktober 2008

For the good and bad time we've shared together

Puisi kecil...

Speak softly love and hold me warm against your heart
I feel your words the tender trembling moments start
We're in a world our very own
Sharing a love that only few have ever known
Wine colored days warmed by the sun
Deep velvet nights when we are one
Speak softly love so no one hear us but the sky
The vows of love we make will live until we die
My life is yours and all because
You came into my world with love
so softly love


-From The Godfather-

Mohon maaf lahir batin ya

Buat teman-teman di manapun berada, saya ucapkan Selamat hari raya Idul Fitri, Minal aidin wal faidzin. Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT, dan kita mendapat ampunanNya. Amien. Mohon maaf lahir batin.

Rabu, 24 September 2008

Mendengkur bisa membuat anak jadi bodoh?

Sudah beberapa minggu ini Afan (5 tahun) selalu mendengkur saat tidur, dan kadang-kadang seperti berhenti bernafas selama beberapa detik. Hidungnya seperti tersumbat, padahal tidak sedang pilek. Tapi pada saat terjaga, dia tampak normal dan sehat-sehat saja, bermain dengan lincah, dan tak ada gangguan bernafas.
Jika anak Anda mengalami keadaan demikian, maka waspadailah, karena mungkin dia mengalami gangguan kesehatan yang disebut gangguan henti nafas obstruktif pada saat tidur (obstructive sleep apnea atau OSA). OSA merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak-anak yang seringkali timbul bersamaan dengan gangguan mendengkur. Kurang lebih 10% anak-anak tidur mendengkur, dan 1 % diantaranya akan berkembang menjadi gangguan OSA. Kejadian terbanyak adalah pada anak usia 2 – 5 tahun di mana saat itu tonsil atau lebih dikenal sebagai amandel dan jaringan adenoid secara relatif berada pada ukuran yang terbesar dan frekuensi terkena infeksi saluran pernapasan atas juga terbanyak. Pada kejadian OSA, anak-anak tidak dapat menjaga saluran nafasnya tetap terbuka ketika tidur. Sumbatan nafas ini dapat menyebabkan hipoventilasi (kurangnya pernafasan) dan hipoksemia (kurangnya kadar oksigen dalam darah). Kita ketahui bahwa bernafas itu adalah untuk menghirup oksigen dan mengeluarkan CO2. Oksigen tersebut akan diangkut oleh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh dan digunakan dalam banyak metabolisme tubuh. Kekurangan oksigen pada sel atau jaringan dapat menyebabkan tidak lancarnya reaksi-reaksi tubuh, bahkan bisa menyebabkan kematian sel. Jika yang tidak mendapat oksigen adalah sel-sel jaringan otak, maka perkembangan otak juga dapat terhambat yang berakibat pada rendahnya tingkat intelegensia anak.

Tanda-tanda anak mengalami OSA
Beberapa anak dapat juga mengalami OSA tanpa tanda mendengkur. Tapi mereka mungkin menunjukkan posisi tidur yang tidak biasa untuk mempertahankan saluran nafasnya tetap terbuka. Atau jika tidurnya sering terganggu, maka siang hari mereka akan mengantuk. Adanya infeksi saluran nafas atas dapat memperburuk gejala OSA. Bagaimana tanda-tanda fisiknya ?
Secara fisik mereka nampak normal. Umumnya mereka mengalami pembesaran tonsil atau adenoid. Tonsil adalah jaringan limfoid, masing masing ukurannya sebesar biji zaitun, yang terletak rongga mulut bagian pangkal lidah pada kedua sisi. Ketika ukurannya kecil (seperti pada bayi atau orang dewasa) dia tidak begitu terlihat. Amandel membesar ketika anak mencapai usia 2-5 tahun, dan kadang saking besarnya kedua amandel bisa saling menyentuh. Tonsil merupakan bagian dari jaringan limfoid yang merupakan alat pertahanan tubuh, dan hanya merupakan bagian kecil dari sistem kekebalan tubuh.
Sedangkan adenoid adalah satu jaringan limfoid yang terletak diantara dua tonsil, tetapi posisinya sedikit di atas di belakang hidung, sehingga tidak terlihat, karena tersembunyi di balik atap rongga mulut. Jika ukurannya membesar, maka dapat menutupi jalan nafas melalui hidung. Pada saat anak terjaga, walaupun tonsil dan adenoid membesar, mereka tidak sampai menyebabkan gangguan nafas, karena otot-otot tenggorakan masih bekerja/kontraksi sehingga dapat membuka jalan nafas. Hanya saja, mungkin mereka sedikit menunjukkan gejala seperti hidung selalu berair, suara agak sengau, atau mulut sering terbuka.
Namun ketika tidur, otot-otot saluran nafas mengalami relaksasi. Udara yang mengalir melalui saluran nafas yang menyempit menyebabkan turunnya tekanan udara. Kombinasi antara otot yang relaksasi dan tekanan udara yang rendah menyebabkan tenggorokan tertutup dan anak menjadi tidak dapat bernafas. Setelah beberapa detik berusaha bernafas, anak akan terbangun (walau tidak sepenuhnya sadar), otot kembali bekerja dan tenggorokan terbuka, dan anak akan kembali bernafas. Mereka akan mengalami siklus seperti ini berulang-ulang selama jam tidur, sehingga menyebabkan gangguan pola tidur. Di samping itu, pasokan oksigen yang kurang dapat menyebabkan metabolisme sel yang terganggu.
Di samping pembesaran amandel dan/atau adenoid, terdapat kondisi anatomis lain yang dapat menyebabkan OSA, yang umumnya termasuk suatu kelainan. Misalnya abnormalitas bentuk kepala dan wajah, ukuran lidah yang besar, cacat bawaan sejak lahir yang menyebabkan sempitnya saluran nafas, kelemahan otot atau gangguan neuromuscular, dan kegemukan. Jika OSA disebabkan karena hal-hal tersebut, maka pengambilan tonsil atau adenoid tidak dapat membantu mengurangi gangguan nafas tadi. Selain itu, penggunaan obat tidur dan anastesi juga dapat menyebabkan depresi pernafasan, namun bersifat sementara.
Apa akibat OSA ?
Jika gangguan cukup berat dan tidak ditangani, OSA dapat menyebabkan gangguan serius, seperti pembesaran jantung, abnormalitas ritmik jantung, gangguan pertumbuhan, dan gangguan pemusatan konsentrasi di sekolah akibat kurang tidur. Tingkat yang lebih ringan OSA dapat menyebabkan anak mengompol dan mengantuk pada siang hari.
Bagaimana pengatasannya ?
Jika penyebabnya adalah pembesaran tonsil dan atau adenoid, maka operasi kecil pengambilan tonsil dan adenoid adalah satu cara terbaik untuk mengatasi gangguan nafas tersebut. Jika penyebabnya adalah kelainan fisik lainnya, maka diperlukan cara lain yang sesuai, termasuk mengurangi berat badan bagi yang disebabkan oleh kegemukan, atau operasi plastik untuk mengkoreksi bentuk saluran pernafasan atas, dll. Untuk anak usia di bawah 10 tahun, apa lagi balita, adalah problema tersendiri untuk mengatasi ketakutan menghadapi operasi amandel. Apa resikonya operasi pengangkatan tonsil atau adenoid bagi anak-anak ? Operasi untuk anak-anak umumnya dilakukan di bawah pengaruh anestesi/bius umum, dan ini biasanya yang paling menakutkan dari keseluruhan proses. Apakah anak saya nanti bangun lagi atau tidak ? Tetapi anestesi modern untuk anak-anak sekarang sangat aman, dan biasanya diberikan oleh ahli anestesi yang khusus mengangani pasien anak. Resiko yang paling signifikan adalah kemungkinan terjadinya perdarahan setelah operasi. Umumnya perlu waktu sekitar 2 minggu bagi tenggorokan untuk sembuh sepenuhnya. Sebelum itu kemungkinan terjadinya perdarahan dapat terjadi sewaktu-waktu. Namun perdarahan yang signifikan setelah operasi ini umumnya sangat jarang terjadi. Bagi anak-anak, yang paling merepotkan adalah rasa sakit setelah operasi yang membuat mereka tidak mau makan dan minum, yang dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi. Kalau hal ini terjadi dan cukup parah, mungkin sang pasien perlu dibawa kembali ke rumah sakit untuk mendapat pengobatan yang lebih kuat terhadap rasa nyerinya dan mendapat cairan infus untuk mengatasi kekurangan cairan.

Apakah perlunya operasi pengangkatan tonsil dan atau adenoid pada OSA?
Pada kasus OSA yang disebabkan karena pembesaran tonsil dan atau adenoid, kecepatan penyembuhan OSA dengan operasi mencapai lebih besar dari 90%. Mereka sembuh segera setelah operasi, sementara beberapa anak mungkin perlu waktu beberapa hari sampai pembengkakan berkurang. Untuk anak-anak yang sering mengalami radang amandel yang kambuhan, operasi amandel dan adenoid akan mengurangi episode kekambuhan. Namun operasi ini tidak dapat mencegah dari terjadinya flu atau infeksi virus lainnya yang mungkin mengakibatkan sakit kerongkongan. Umumnya operasi amandel dan adenoid hanya dilakukan jika diperlukan yaitu pada gangguan OSA atau infeksi/radang tenggorokan yang kambuhan dan operasi biasanya tidak akan dilakukan ketika infeksi sedang terjadi karena dapat menyebabkan perdarahan yang lebih parah.
Jika anak balita Anda mendengkur ketika tidur, segera saja periksakan ke dokter untuk mendapatkan saran dan pengobatan yang terbaik sebelum terlambat.

Hati-hati, antibiotika dan anti jamur dapat menurunkan efek pil KB!

Belakangan nyonya Susi gelisah. Sudah seminggu ini haidnya terlambat. Hamilkah ? Padahal dia tidak pernah lupa minum pil KB. Mereka belum berencana menambah anak lagi. Beberapa waktu lalu dia juga punya keluhan seperti keputihan dan gatal di sekitar organ kewanitaannya. Dokter memberinya obat antijamur griseofulvin. Adakah hubungan antara pil KB/kontrasepsi oral dengan antijamur yang dia minum ?
Hingga sekarang, interaksi obat antara pil KB dan obat antimikroba (antibiotika dan antijamur) masih menjadi kontroversi. Sebagian dokter/klinisi melaporkan adanya sejumlah wanita yang gagal ber-KB karena minum antibiotika selama penggunaan pil KB, terutama tetrasiklin atau golongan penisilin, sementara para ilmuwan belum bisa mengklaim secara kuat bahwa penggunaan secara bersama dua obat tersebut menurunkan konsentrasi obat kontrasepsi oral dalam darah, terutama etinil estradiol (senyawa aktif dalam pil KB).
Selama ini dianggap bahwa interaksi demikian hanya signifikan untuk sebagian kecil wanita saja. Sebagian wanita ini menunjukkan bioavailabilitas (ketersediaan hayati) etinil estadiol yang rendah, karena adanya “first pass “ metabolisme yang berlebihan dan memiliki sirkulasi enterohepatik etinil estradiol yang besar. “First pass metabolism” adalah metabolisme atau perombakan obat oleh hati menjadi bentuk yang tidak aktif/metabolitnya. Studi ilmiah mengenai konsentrasi etinil estradiol dalam darah yang diminum bersamaan dengan antibiotika hanya melibatkan sejumlah terbatas pasien karena masalah logistik dan biaya, dan belum melibatkan kelompok wanita yang “rentan terhadap kehamilan”, sehingga masih sulit diambil kesimpulan yang kuat tentang hal tersebut. Boleh jadi, kasus nyonya Prabowo adalah karena dia termasuk kelompok wanita yang rentan tersebut. Namun karena diperkirakan bahwa antara 60 sampai 70 juta wanita di dunia menggunakan pil KB, dan banyak yang juga menggunakan obat antibiotika/antijamur selama penggunaan kontrasepsi oral tesebut, maka adanya interaksi ini perlu dipertimbangkan dan diketahui.

Bagaimana mekanisme terjadinya interaksi antara pil KB dengan obat antibiotika/antijamur ?
Etinil estradiol adalah estrogen pilihan yang banyak digunakan dalam pil KB, dan merupakan senyawa yang aktif utama pil KB. Dari total zat aktif dalam satu pil, hanya kira-kira 40-50 %-nya saja yang dapat mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk tidak berubah, dengan rentang variasi individual berkisar 10 s/d 70%. Sisanya dimetabolisir selama “first pass metabolisme” melalui saluran pencernaan dan liver/hati. Etinil estradiol yang telah melalui peredaran darah akan diserap oleh tubuh, dan sisa yang tidak terserap akan mengalami konjugasi dengan senyawa sulfat, terutama di dinding saluran cerna, lalu ditranspor di pembuluh darah vena ke dalam liver dimana akan terjadi hidroksilasi dan konjugasi dengan asam glukoronat. Dengan proses metabolisme ini, etinil estradiol berubah menjadi senyawa yang tidak aktif, yang pada akhirnya akan dikeluarkan melalui feses/tinja.
Proses hidroksilasi ini dikatalisir oleh suatu enzym spesifik yang disebut sitokrom P450, yang dipengaruhi oleh sifat genetik, yang berarti tergantung pada sifat gen manusia. Dengan demikian, hal ini dapat menjelaskan mengapa setiap individu, termasuk dari etnik yang berbeda, bisa memiliki perbedaan kemampuan untuk memproses hidroksilasi etinil estradiol dalam tubuh. Estrogen yang tidak terhidroksilasi akan mengalami konjugasi dengan glukoronat, dan kemudian diekskresikan ke dalam empedu, lalu masuk ke dalam usus dan dikeluarkan melalaui tinja. Tetapi, sebagian dari estrogen yang melalui usus tadi masih dapat diproses lagi oleh suatu bakteria usus yaitu spesies Clostridia kembali menjadi bentuk yang aktif/bebas dan dapat mengalami re-sirkulasi dalam peredaran darah sistemik dan mengalami penyerapan lagi.
Ada beberapa keadaan di mana secara teroritik antimikroba (antibiotika/antijamur) dapat mempengaruhi penyerapan, metabolisme dan pengeluaran etilen estradiol, menurunkan potensinya serta dapat menyebabkan pendarahan, bahkan kegagalan KB, yaitu kehamilan. Rifampisin, suatu antibiotika yang digunakan untuk mengobati TBC, adalah yang pertama kali dilaporkan menyebabkan berkurangnya efek pil KB pada sekitar tahun 1971 di Jerman. Di antara 88 wanita yang menggunakan pil KB dan Rifampisin, 62 orang diantaranya dilaporkan mengalami gangguan menstruasi dan 5 orang gagal berKB atau hamil. Rifampisin adalah induser yang poten terhadap enzym sitokrom P450, sehingga meningkatkan proses metabolisme etinil estradiol menjadi senyawa tak aktif, yang pada gilirannya menyebabkan berkurangnya konsentrasi pil KB tersebut dalam tubuh dan menyebabkan efeknya jadi berkurang.
Griseofulvin, suatu obat jamur, juga dilaporkan memiliki efek yang serupa, yaitu mengurangi efek kontrasepsi oral. Obat jamur lain yang dilaporkan dapat menurunkan potensi pil KB adalah itraconazole, namun mekanismenya belum diketahui secara pasti. Yang menarik, obat kelompok triazol yang lain yaitu ketaconazole, dan fluconazole, dilaporkan menghambat enzim sitokrom P450, yang berarti mengurangi metabolisme pil KB menjadi bentuk tak aktifnya, yang pada gilirannya meningkatkan efek pil KB-nya. Namun karena belum ada data epidemiologi yang akurat, masih sulit untuk menyimpulkan secara pasti interaksi obat jamur dengan kontrasepsi oral.
Selain dengan cara meningkatkan kerja enzim pemetabolisme tersebut, antibiotika juga dapat mengurangi efek pil KB dengan cara membunuh bakteria usus yang dibutuhkan untuk memproses etinil estradiol menjadi senyawa bebas yang bisa dire-sirkulasi dan dire-absorpsi. Dengan terbunuhnya bakteri usus yang berguna, yaitu Clostridia, maka proses reabsorpsi obat akan terhambat, kadar zat aktif dalam tubuh jadi berkurang, yang berarti mengurangi efek pil KB. Antibiotika seperti penisilin dan tetrasiklin dilaporkan dapat menyebabkan kegagalan pil KB. Di Selandia baru pada tahun 1987, 23% dari 163 kasus kehamilan yang dilaporkan adalah akibat kegagalan pil KB karena digunakan bersama dengan antibiotika. Namun sekali lagi, masih terdapat kesulitan metodologi dalam studi ilmiah tentang interaksi obat ini. Karena penggunaan parameter yang berbeda, sebagian studi menyatakan tidak ada interaksi yang signifikan antara obat antimikrobia ini dengan pil KB, sementara studi yang lain menyatakan sebaliknya.
Sebuah penelitian yang dilakukan pada kelinci, seperti dilaporkan oleh sebuah jurnal ilmiah Contraception tahun 1997, menunjukkan bahwa antibiotika amoksisilin tidak memiliki efek signifikan terhadap kadar etinil estradiol dalam darah, yang berarti tidak mempengaruhi efek pil KB. Hasil penelitian yang serupa juga ditemui pada antibiotika tetrasiklin. Sebuah studi (tahun 1991) pada 7 orang wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dan tetrasiklin secara bersama menunjukkan bahwa tetrasiklin tidak mengurangi secara signifikan kadar etinil estradiol dalam darah. Penelitian lain yang melibatkan generasi baru antibiotika yaitu roxithromycin dan dirirthromycin juga gagal menunjukkan efek yang siginifikan pada pemakaian kombinasi dengan pil KB. Namun demikian, karena penelitian semacam ini pada manusia umumnya hanya melibatkan sejumlah terbatas wanita, boleh jadi hasilnya tidak bisa menggambarkan hasil yang mungkin terjadi pada sekelompok wanita yang memiliki respon yang berbeda.

Bagaimana sebaiknya ?
Walaupun menurut beberapa studi di atas, kemungkinan kejadian interaksi ini hanya terbatas, terutama pada wanita yang memiliki aktivitas enzim pemetabolisme dan sirkulasi enterohepatik yang berlebihan, namun sampai saat ini tidak ada cara untuk mengindentifikasi apakah seorang wanita termasuk kelompok tersebut atau tidak. Karena itu, untuk menghindari kemungkinan kegagalan pil KB, adalah lebih bijaksana jika pasien maupun dokter penulis resep berhati-hati terhadap adanya kombinasi antibiotika/antijamur dengan pil KB. Bagi wanita yang mengkonsumsi rifampisin dalam jangka panjang, sebaiknya memilih cara kontrasepsi yang lain, misalnya dengan suntik KB, spiral, kondom, atau lainnya. Wanita yang menggunakan obat jamur griseofulvin juga perlu waspada terhadap berkurangnya efek pil KB, dan sebaiknya tidak menggantungkan diri pada cara kontrasepsi ini. Cara lain adalah dengan menghindari kontak seksual selama 7 hari pertama pemakaian antibiotika dan 7 hari berikutnya. Jadi tegasnya, jika Anda mendapatkan resep antibiotika, sementara Anda sedang menggunakan pil KB, maka sampaikan pada dokter Anda dan konsultasikan mengenai kemungkinan interaksi ini. Dan yang penting, gunakan juga cara kontrasepsi lain untuk mendukung kerja pil KB yang digunakan selama Anda mengkonsumsi antibiotika/antijamur. Bagaimanapun, berhati-hati akan lebih baik daripada “terlanjur” hamil tanpa direncanakan, apalagi diinginkan.
wah, saya baru saja mulai belajar bikin blog.....
jadi masih banyak yang error dan belum sempurna..
maafkanlah....

Jumat, 19 September 2008

Awas Keropos tulang

Mengenal “obat dewa“, Kortikosteroid

Beberapa waktu lalu cukup gencar diberitakan adanya produsen jamu yang mencampur jamunya dengan obat-obat kimia, salah satunya dengan deksametason. Obat ini ditemukan banyak dicampurkan pada jamu anti rematik. Jelas saja jamunya jadi manjur, karena deksametason adalah obat golongan kortikosteroid yang berefek sebagai obat anti radang.

Tapi pernahkah Anda mendengar tentang efek samping obat-obat golongan kortikosteroid jika digunakan dalam jangka waktu lama seperti pada umumnya orang minum jamu? Keropos tulang atau osteoporosis adalah salahsatu saja dari efek sampingnya yang banyak. Obat golongan kortikosteroid termasuk golongan obat yang penting dalam dunia pengobatan, karena memiliki efek yang bermacam-macam, sehingga sering digunakan dalam berbagai penyakit,sampai-sampai ada yang menyebutnya obat dewa, obat segala penyakit.

Tapi di sisi lain, karena efeknya bisa kemana-mana, maka efek sampingnya pun luas dan tidak kurang berbahayanya. Penasaran kan tentang obat kortikosteroid ?
Obat-obat kortikosteroid adalah senyawa-senyawa hasil sintesis yang struktur kimianya menyerupai hormon steroid alami. Dengan modifikasi pada struktur kimianya, potensinya dapat ditingkatkan sampai beberapa kali lipat dari senyawa alaminya. Yang termasuk obat kortikosteroid antara lain : hidrokortison, deksametason, betametason, beklometason,dll. Mekanisme aksinya mirip satu sama lain, tetapi mereka berbeda dalam potensi dan lama aksinya.

Apa saja penggunaan obat kortikosteroid ? Obat golongan kortikosteroid terutama digunakan untuk mengatasi radang, apapun penyebab radangnya dan di manapun lokasinya. Beberapa penyakit peradangan yang kerap diobati dengan kortikosteroid adalah asma, radang rematik, radang usus, radang ginjal, radang mata, dll. Selain itu, obat ini juga digunakan pada penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti berbagai jenis alergi, dan lupus. Dengan sifatnya yang menurunkan sistem kekebalan,
kortikosteroid juga dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani transplantasi organ untuk mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkokkan. Obat ini bahkan digunakan juga pada pasien kanker, yaitu untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi, juga pada terapi kanker itu sendiri sebagai terapi pendukung kemoterapi.

Kortikosteroid juga digunakan untuk ibu hamil yang memiliki resiko melahirkan prematur, yaitu untuk mematangkan paru-paru janin, sehingga jika harus lahir prematur paru-paru bayi sudah cukup kuat dan bekerja dengan baik. Wah, banyak sekali kegunaannya.

Kortikosteroid sendiri adalah nama suatu hormon yang dibuat oleh kelenjar adrenal. Kerja hormon tersebut antara lain :
1.meningkatkan pembentukan gula dari protein, sehingga beresiko
meningkatkan kadar gula darah. Karena itu, orang dengan resiko diabetes dapat mengalami kenaikan kadar gula darah yang nyata.
2.mengurai protein sehingga mengurangi pembentukan protein,termasuk protein yang diperlukan untuk pembentukan tulang. Akibatnya terjadi osteoporosis atau keropos tulang, karena matriks protein tulang menyusut. Efek ini juga menyebabkan gangguan pertumbuhan jika digunakan pada anak-anak dalam jangka waktu lama.
3.mempengaruhi metabolisme lemak tubuh dan distribusinya,sehingga menyebabkan pertambahan lemak di bagian-bagian tertentu tubuh,yaitu di wajah (jadi membulat), bahu, dan perut.
4.mengurangi menghambat proses radang, sehingga merupakan obat pilihan berbagai penyakit peradangan. Tetapi, efek anti radangnya ini sering disertai efek gangguan lambung (perdarahan lambung), karena bekerja dengan menghambat senyawa mediator radang yang disebut prostaglandin yang juga dibutuhkan untuk melindungi permukaan lambung.
5.menghambat reaksi alergi, dan dapat digunakan pada berbagai reaksi alergi, baik alergi di saluran nafas, kulit (eksim), dan lain-lain.
6.menurunkan fungsi jaringan limfa sehingga menyebabkan berkurangnya dan mengecilnya sel limfosit. Efek ini menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh atau imunosupresan, sehingga pasien mudah terkena infeksi.
7.menahan cairan dan garam tubuh sehingga dapat menyebabkan odem (bengkak berisi cairan), akibatnya dapat meningkatkan tekanan darah.

Obat-obat kortikosteroid juga memiliki efek-efek seperti hormon steroid alami tersebut, bahkan bisa lebih kuat karena telah mengalami modifikasi struktur kimianya. Dengan banyaknya efek kortikosteroid, konsekwensinya adalah banyak juga efek sampingnya. Jika disimpulkan dari uraian di atas, maka efek sampingnya antara lain : dapat meningkatkan resiko diabetes, menyebabkan osteoporosis, menghambat
pertumbuhan anak-anak, menyebabkan gemuk pada bagian tubuh tertentu (wajah, bahu, perut), menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi, meningkatkan resiko hipertensi karena menahan garam di dalam tubuh, menyebabkan gangguan lambung (perdarahan lambung), dll.

Namun, efek samping ini umumnya baru muncul pada penggunaan yang cukup lama (lebih dari sebulan secara rutin). Artikel ini tidak bermaksud menakut-nakuti pembaca untuk menggunakan obat kortikosteroid, tetapi mengajak untuk mengenal dan dapat menggunakannya dengan benar. Dalam beberapa kasus, kortikosteroid merupakan satu-satunya pilihan obat terbaik, sehingga mau tidak mau harus digunakan. Untuk itu, yang perlu diperhatikan adalah cara penggunaan yang tepat. Beberapa cara untuk mensiasati efek samping yang mungkin timbul antara lain :
1.bagi pasien dengan resiko diabetes, kurangi asupan gula/karbohidrat
2.untuk mengurangi resiko osteoporosis, tambahlah suplemen Calcium dan Vitamin D
3.untuk mengurangi resiko hipertensi, kurangi asupan garam dalam makanan
4.untuk mengurangi kegemukan, bisa dilakukan diet yang sesuai
5.untuk menghindari terjadinya infeksi, hindarkan diri dari lingkungan hidup yang kotor dan polusi. Tambahkan suplemen makanan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
6.untuk menghindari gangguan lambung, minumlah obat ini setelah makan atau bersama snack, jangan pada saat perut kosong.
Obat kortikosteroid menurut aturannya hanya dapat diperoleh dengan resep dokter, kecuali yang berbentuk salep. Jika Anda mendapat resep dokter yang berisi kortikosteroid, pastikan Anda mengetahui informasi-informasi yang diperlukan tentang obat ini dan gunakan sesuai dengan petunjuk dokter. Pada penggunaan jangka panjang pada penyakit kronis yang diterapi dengan kortikosteroid, penggunaan obat tidak boleh
dihentikan secara mendadak karena akan mengganggu adaptasi tubuh.

Penghentian harus perlahan-lahan dengan dosis yang makin lama makin berkurang. Mengapa demikian ? Karena selama penggunaan kortikosteroid dari luar, produksi hormon ini secara alami dari tubuh akan terhenti, maka jika penggunaan dari luar tiba-tiba dihentikan, tubuh akan kekurangan hormon ini secara normal dan akan terjadi reaksi-reaksi yang tidak diinginkan.

Jika ada yang tidak Anda pahami dengan obat Anda, jangan segan bertanya pada Apoteker atau dokter.